Jelang Comeback, BTS Luncurkan Tulisan Terbaru Jin Untuk 'The Most Beautiful Moment in Life'

Foto: Jelang Comeback, BTS Luncurkan Tulisan Terbaru Jin Untuk 'The Most Beautiful Moment in Life' Instagram



Dalam tulisan ini, karakter Jin menemukan sebuah buku yang menceritakan hal-hal yang dialami ayahnya.

Kanal247.com - Bangtan Boys akan segera melakukan comeback lewat album "Love Yourself: Answer". Album yang siap dirilis pada tanggal 24 Agustus 2018 itu sendiri merupakan penutup dari seri "Love Yourself" yang telah dimulai oleh Bangtan Boys sejak tahun lalu.

Menjelang comeback, Bangtan Boys pun meluncurkan "The Notes" terbaru milik Jin yang merupakan bagian dari saga "The Most Beautiful Moment in Life". "The Most Beautiful Moment in Life" adalah judul dari seri yang diluncurkan oleh Bangtan Boys sebelumnya. Jalan cerita dari seri tersebut pun terus berlanjut pada seri-seri berikutnya.

"The Most Beautiful Moment in Life: the Notes" yang terbaru dirilis pada Selasa, 7 Agustus 2018 tepat tengah malam waktu setempat. Kali ini tulisan tersebut memperlihatkan sudut pandang Jin yang kembali mengingat berbagai kejadian sebelumnya.

"Seokjin. 3 Agustus TAHUN 22," tulis Jin mengawali tulisan tersebut. "Aku membuka pintu ruang penyimpanan dan masuk ke dalamnya. Di malam musim panas, bau lembab jamur dan debu bercampur di tengah udara hangat. Beberapa memori pun terbersit dalam benakku. Sepatu mengkilat kepala sekolah, ekspresi Namjoon saat dia berdiri di luar pintu, hari terakhir ketika aku berbalik dari Hoseok dan pulang sendirian. Seketika kepalaku sakit dan aku merasa kedinginan. Aku merasakan luapan emosi rumit yang menyakitkan, yang bisa disebut kekesalan atau ketakutan. Tanda yang kurasakan dengan tubuh dan hatiku sangatlah jelas. Aku harus meninggalkan tempat ini."

"Taehyung menangkap lenganku, kurasa karena dia menyadari ekspresiku. Hyung. Cobalah sedikit lagi. Cobalah ingat apa yang terjadi di sini. Aku menarik tanganku dari Taehyung dan berbalik. Kami telah berputar-putar di tengah udara yang panas selama beberapa jam. Aku sudah sangat kelelahan. Mereka pun menatapku, tidak tahu harus berkata apa," lanjut Jin. "Memori. Memori yang dibicarakan oleh Taehyung adalah kata-kata yang tak bermakna untukku. Berkata bahwa aku melakukannya, berkata apa yang terjadi padaku, berkata bahwa kami melakukan sesuatu bersama-sama. Itu memungkinkan. Itu kedengarannya seperti kebenaran. Tapi memori bukanlah tentang memahami atau menerima. Itu bukanlah tentang pengalaman yang kau dengar dan kau mengerti. Itu mengakar kuat di dalam hati, pikiran dan jiwamu. Tapi untukku, hanyalah memori buruk yang ada di tempat itu. Hal-hal yang melukaiku, membuatku ingin kabur."

Jin melanjutkan, "Pertengkaran pecah antara aku dan Taehyung, sejak aku berkata ingin kembali dan Taehyung menghentikanku. Kami berdua sama-sama lelah. Pukulan, menghindar, dan menahan diri, semuanya terasa pelan dan berat, seolah semua itu terjadi dalam cairan yang hangat dan kental. Dalam sekejap, kaki kami terjerat. Aku bertanya-tanya apakah bahuku menabrak dinding dan detik selanjutnya, aku kehilangan keseimbangan dan tersandung."

"Mulanya, aku tidak tahu apa yang terjadi. Karena debu yang tebal, aku tidak bisa membuka mata atau pun bernafas. Aku pun mulai terbatuk," tulis Jin. "Apakah kau baik-baik saja? Ketika seseorang berbicara, aku baru menyadari kalau aku sudah terjatuh di atas lantai. Ketika aku bangkit, aku menyadari bahwa benda yang kupikir adalah dinding sudah ambruk. Di balik dinding tersebut terdapat ruangan yang luas. Awalnya tidak ada yang bergerak. Tidak mungkin. Kami sudah menghabiskan banyak waktu di sini. Seseorang berkata. Tidak ada yang membayangkan bahwa akan ada ruangan di balik dinding. Tapi apa itu? Saat debu mulai memudar, kami melihat ada sebuah lemari berdiri sendiri di dalam ruangan kosong tersebut."

Jin melanjutkan, "Namjoon membuka pintu lemari tersebut. Aku pun melangkah maju. Ada sebuah buku tulis di dalamnya. Namjoon pun mengambil, kemudian membuka halaman pertamanya. Sejenak aku menahan nafas. Pada halaman pertama buku tulis yang terlihat tua itu, tertulis nama yang sama sekali tidak kuduga. Itu adalah nama ayahku. Namjoon membuka halaman selanjutnya, tapi aku segera merebutnya. Namjoon menatapku terkejut, tapi aku tidak peduli. Aku segera membalikkan buku itu dengan cepat. Di antara jemariku, buku itu seolah akan hancur menjadi serpihan."

"Apa yang ditulis oleh ayahku dalam buku itu adalah hal-hal yang ia lakukan bersama teman-temannya saat mereka masih sekolah. Tapi tidak menceritakan apa yang terjadi setiap harinya. Beberapa bulan kadang terlewati, dan ada halaman yang tidak dapat dibaca karena ternodai oleh kotoran seperti noda darah. Tapi aku tahu. Bahwa ayahku mengalami hal yang sama denganku," tulis Jin. "Dia melakukan kesalahan yang sama denganku, dan terus kemudian terus berlari, mencoba untuk memperbaikinya."

"Apa yang tertulis di buku ayahku adalah rekaman kegagalannya. Pada akhirnya, ayahku menyerah dan gagal," lanjut Jin. "Dia melupakannya, meninggalkannya dan menghilangkannya. Dia membuat teman-temannya kecewa. Di halaman terakhir dengan tanggal yang tertera di atasnya, hanya adala noda tinta hitam yang tercoret. Noda itu melewati halaman kosong setelahnya, lalu halaman setelahnya lagi, hingga halaman terakhir buku. Noda itu memperlihatkan kegagalan ayahku dengan sangat jelas."

Jin melanjutkan, "Aku tidak tahu sudah berapa lama waktu berlalu, semuanya terasa berkabut. Karena angin yang masuk dari jendela terasa segar, rasanya semua ini seperti waktu tergelap sebelum matahari terbit. Namjoon dan yang lainnya tertidur di atas lantai. Aku menatap dinding tersebut. Aku melihat nama ayahku di dinding tersebut. Di bawahnya tertulis kalimat ini. Semuanya dimulai di sini."

"Aku merasakan ada sesuatu yang bercahaya dari ujung jariku saat aku menutup buku tersebut. Ada beberapa huruf yang tampak kabur di atas bekas tinta. Aku merasakan sesuatu yang berkabut di luar jendela," tulis Jin. "Kelihatannya matahari akan terbit. Tapi malam belum berakhir. Ini bukan malam, dan bukan pula fajar. Ini adalah percampuran antara kegelapan dan cahaya berkabut, huruf-huruf itu pun muncul di antara garis tinta hitam."

"Buku itu menyimpan memori yang lebih daripada sekedar rekaman. Di atas huruf-huruf, di dalam margin dan lembaran kosong, ada hal-hal yang ingin dilupakan oleh ayahku, hal-hal yang telah ia putuskan untuk tidak lagi diingat," lanjut Jin. "Bekas tanda pada buku itu masih ada di sana meski warnanya telah pudar. Di bawah jemariku, ada gulungan emosi yang dirasakan oleh ayahku serta ketakutannya, keputusasaannya dan harapan kecil yang ia miliki. Sepotong jiwa ayahku tetap tersimpan dalam buku tersebut."

Jin melanjutkan, "Aku menangis setelah aku menutup buku tersebut. Setelah duduk seperti itu selama beberapa waktu, aku pun mengangkat kepala dan teman-temanku masih tertidur. Aku menatap satu per satu dari mereka. Aku tidak tahu apakah kami harus kembali lagi ke tempat ini. Bagi kami, semuanya bermula di sini. Kami belajar arti dari melakukan segalanya bersama-sama dan tertawa senang bersama di sini. Kesalahan pertama yang tidak akan pernah bisa kuakui secara terang-terangan ini akan terus tersimpan bak luka yang menganga."

"Aku bertanya-tanya apakah semua ini bukanlah kebetulan semata. Mungkin aku memang ditakdirkan untuk berada di sini," tulis Jin. "Ini adalah satu-satunya jalan bagiku untuk mencari arti di balik semua kesalahan yang kubuat, serta luka dan penderitaan yang disebabkan oleh mereka, dan bagiku untuk akhirnya mengambil langkah pertama untuk mencari jati diriku."

Komentar Anda

Tags

Rekomendasi Artikel