Masih 24 Tahun, Ini Sosok Grandprix Doktor Termuda di Indonesia

Foto: Masih 24 Tahun, Ini Sosok Grandprix Doktor Termuda di Indonesia



Menjadi doktor termuda di Indonesia pada usia 24 tahun, Grandprix Thomryes Marth Kadja ungkap bagaimana perjuangannya selama kuliah.

Kanal247.com - Nama Grandprix Thomryes Marth Kadja belakangan tengah ramai diperbincangkan publik. Di usianya yang masih muda, 24 tahun, ia sudah mengantongi prestasi yang membanggakan sebagai doktor termuda di Indonesia.

Keberhasilan Grandprix ini tentunya tidak didapatnya dengan cara yang mudah. Ia harus bekerja keras dan terus fokus pada target dan mimpinya. Grandprix diketahui menyelesaikan studi S2 dan S3 nya di ITB dengan mengikuti program beasiswa Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU) yang digulirkan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) di tahun 2013.

Dalam penelitian disertasinya, Grandprix konsen di bidang Katalis dengan topik zeolite sintesis, mekanisme, dan peningkatan hierarki zeolit ZSM-5. Katalis sendiri merupakan zat yang mempercepat reaksi kimia pada suhu tertentu, tanpa mengalami perubahan. Pemuda 24 tahun ini sudah menjalani sidang disertasi tertutup pada 6 September 2017 dan akan menempuh sidang terbuka di Gedung Rektorat ITB, Jumat (22/9).

Proses penyelesaikan disertasinya sendiri juga tidak berjalan dengan mulus begitu saja. Grandprix mengatakan jika ia mengalami sejumlah kendala salah satunya adalah ketidaktersediaan peralatan penelitian di labolatorium dalam hingga ia harus mencarinya ke luar negeri.

"Kendalanya S2 dan S3 banyaknya penelitian ya, nah kesulitannya ada alat atau instrumen yang memang di ITB enggak punya, di Indonesia enggak punya, ya kalau kayak gitu kami cari ke luar (negeri)," tutur Grandprix dilansir dari Detik.

Tidak hanya itu, ia juga harus bekerja keras untuk menulis dan mempublikasikan jurnal ilmiah skala internasional sebagai syarat penyusunan disertasi. "Selama S3 itu harus publikasi ilmiah internasional, kadang-kadang enggak selalu kita diterima kadang direject oleh editor, itu salah satu yang bikin tidak semangat," imbuhnya.

Meski begiu, Grandprix tidak menyerah begitu saja. Berkat bimbingan dari Dr. Rino Mukti, Dr. Veinardi Suendo, Prof. Ismunandar, dan Dr. I Nyoman Marsih ia berhasil mempublikasikan tujuh jurnal ilmiah. Tidak hanya itu, dukungan orang tua tentunya juga menjadi faktor yang sangat penting untuk Grandprix.

"Sejak awal memang targetnya selesai dengan baik ya, ontime juga (lulus S2 dan S3 empat tahun). Target publikasi lebih tinggi, sekarang sudah tujuh yang dipublikasi skala internasional," terang anak pertama dari tiga bersaudara ini. "Orang tua (dukung) karena dari kecil sudah mendorong sekolah tinggi, ayah saya pernah jadi guru. Karena didorong dan saya menikmati sampai sekarang."

Komentar Anda

Rekomendasi Artikel